Bibit Samad |
Kasus kriminalisasi kembali menimpa pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi ( KPK). Dimulai kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK
Bambang Widjojanto (BW), kemudian Ketua KPK Abraham Samad, selanjutnya Adnan
Pandu Praja. Mereka ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dengan
sangkaan kasus berbeda.
Sebenarnya kriminalisasi pimpinan KPK bukan kali ini saja
terjadi. Sebelumnya, kasus serupa juga pernah menimpa pimpinan KPK periode
sebelumnya, yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Kriminalisasi
terhadap para pimpinan KPK itu terjadi ketika komisi antirasuah tersebut tengah
menyelidiki kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat Korps Bhayangkara itu.
Bekas Wakil Ketua Umum KPK Bibit Samad Rianto mengaku
prihatin dengan keadaan ini. Dia melihat soal pemberantasan korupsi di negeri
ini masih berat untuk dilakukan."Kesimpulan saya pertama pemberantasan
korupsi masih berat di laksanakan dengan sukses," kata Bibit saat
berbincang dengan merdeka.com di kediamannya Perumahan Griya Kencana I No.7
Ciledug, Tangerang, kemarin.
Lalu bagaimana pendapat Bibit, yang pernah mengalami kasus
kriminalisasi itu terkait kisruh dua lembaga negara ini. Berikut penuturan
Bibit kepada Arbi Sumandoyo dan Muhammad Taufiq soal kisruh KPK Vs Polri.
KPK vs Polri ribut lagi seperti zaman Pak Bibit dulu,
bagaimana tanggapan anda?
Memang gini kalau melihat dari fenomenanya begini, kesimpulan
saya pertama pemberantasan korupsi masih berat dilaksanakan dengan sukses gitu
ya. Kenapa? karena pemahaman tentang korupsi belum sampai di setiap warga
bangsa ini macam-macam. Ada yang mengatakan korupsi itu kebiasaan, ada yang
mengatakan mis management. Di perusahaan-perusahaan, korupsi di dalam
perusahaan tidak akan terekspose, enggak ketahuan oleh orang-orang karena
merusak citra perusahaan. Sehingga ya hukumannya juga enggak maksimal.
Kemudian korupsi adalah kejahatan, sehingga mestinya berpikir
korupsi adalah kejahatan. Kita samakan persepsi, korupsi adalah kejahatan.
Kemudian pemberantasan korupsi juga masih belum maksimal, karena seolah-olah
bertarung di arena tinju melawan koruptor itu hanya KPK. Yang lain-lain masih
malu hati atau karena sudah dicium cuma umum sehingga mereka terpaksa menangani
dengan benar. Itukan dari segi susahnya penerapan pemberantasan korupsi ini.
Saya sepakat dengan idenya Pak Jokowi itu, bahwa kita harus menyelesaikan
masalah itu di depan hukum.
Kesimpulan saya juga, kebanyakan penegakan hukum di kita ini
masih belum benar. Masih diakal-akalin, masih ada makelar kasus, masih ada
mafia peradilan. Inikan bukan rahasia umum, itu. Lalu, ternyata KPK adalah
organ yang tidak diharapkan untuk dilahirkan, karena apa, mungkin karena malu
hati, latar belakang terbentuknya reformasi ini karena korupsi dong. Menuduh
Orde Baru korupsi, menuduh Soeharto korupsi, tapi Pak Soeharto sendiri tak
pernah divonis bersalah karena dia korupsi juga. Bahkan malah dijadikan
pahlawan Republik Indonesia. Dari awal memang sudah malu hati, sehingga KPK
memang diinikan. Oleh siapa? Oleh para koruptor, ada yang berbaju polisi, ada
yang berbaju pemerintah.
Apa semua rekening gendut itu Polisi? Enggak lho, banyak
yang berekening gendut lainnya, tentara juga ada lho. Pemerintah juga banyak,
banyak menteri-menteri yang tertangkap. Ya kemudian anggota DPR sendiri
gendut-gendut tidak rekeningnya, saya enggak tahu. Tapi mobilnya Alphard,
Camri, ya itu. Dari semula yang naik bis ada yang konsisten seperti itu, tapi
mereka di situ juga ada yang menjadi glamour, menjadi selebritis. Wajar saja
jika KPK dibeginikan. Kemudian, pencalonan BG menjadi Kapolri menjadi pemicu
terhadap friksi di lingkungan aparat penegak hukum atau friksi di lingkungan
politik.
Kemudian, pencalonan BG menjadi Kapolri memicu friksi di
lingkungan aparat penegak hukum atau friksi di lingkungan politik. Mestinya
kalau saya jadi anggota DPR, bertanya saya. Diusulkan oleh presiden kok
ditersangkakan oleh KPK. Harusnya panggil dong KPK. KPK lo main-main ya,
panggil DPR, kenapa ditersangkakan, sebelum aklamasinya diterima.
Mestinya begitu ya?
Apa artinya? Mungkin itu jebakan-jebakan politik. Ranjau
politik. Jadi sekarang harus ditangani oleh rezimnya Jokowi ini. Dari awal kan
penentuan calon menteri ini minta tolong KPK mengecek, apakah di track
record-nya KPK ada catatan atau tidak. KPK menyebutnya kemarin ada beberapa
yang diberi warna. Mungkin termasuk BG (Budi Gunawan) juga lho.
Jadi kesulitan Jokowi itu bisa kita lihat dia menghadapi
kepentingan yang besar. Pertama kepentingan masyarakat pendukung. Kita tau kan
ramai di Monas itu, pesta rakyat itu. Kemudian yang kedua menghadapi partai
pendukung. Yang ketiga, walaupun seiring sekarang Pak JK dan Pak Jokowi,
kemungkinan dua orang itu memiliki kepentingan berbeda.
Sepanjang kepentingannya bisa dijalankan, it's ok. Tapi jika
kepentingannya nantinya cross, bersilangan begitu, artinya ada konflik di situ.
Dan yang keempat, kepentingan koalisi samping, ada KMP ada KIH. Ini keempat
kepentingan harus keluar. Pesan saya, Pak Jokowi pandai-pandai menarilah di
antara empat kepentingan ini.
Artinya langkah Jokowi menyelesaikan konflik KPK-Polri
melalui proses hukum, itu tepat?
Saya kira iya. Saya setuju dengan langkah dia untuk
berpegang teguh pada hukum dan kita belajar menegakkan hukum secara benar.
Karena penegakan hukum itu mengandung empat hal yang harus diperhatikan, materi
hukumnya. Materi hukum acaranya diperdebatkan to? Padahal sudah jelas materi
hukumnya masuk dalam pasal 77 KUHAP, tapi lawyernya itu otak-atik bisa. Di
lihat hakim yang lain komentar, kalau saya lihat di media komentar juga kan.
Itukan pasal 77 sudah jelas mengatakan itu bukan ranahnya praperadilan. Tapi
dicari lah, katanya ada kekosongan hukum. Makanya dia memutus. Itu dari segi
materi hukum.
Kemudian kedua adalah aparat penegak hukum. Aparat penegak
hukum harus memiliki integritas, independent, punya kompetensi yang sesuai dan
konsisten. Kepentingan umum lah yang dilihat, apalagi kepentingan pribadi.
Sudah rekening gendut, enggak usah ribet-ribet jadi pejabat deh. Intinya
kira-kira seperti itu. Kemudian yang ketiga, sarana dan prasarana hukum kita
sudah lemah.
Soal menyelesaikan masalah sesuai proses hukum, kemarin pada
akhirnya Hakim Sarpin mengabulkan gugatan praperadilan Budi Gunawan. Salah satu
alasannya polisi bukan penegak hukum?
Itukan pendapat dia, saya juga punya pendapat juga dong.
Semua Polisi itu penegak hukum. Seluruh polisi itu penegak hukum, enggak usah
cerita dia dinas di mana, semua dalam rangka penegakan hukum. Apakah dia bukan
pejabat publik? Pejabat publik juga karena dia bekerja menangani di instansi
yang melayani masyarakat juga.
Tafsir hakim juga mengatakan Budi Gunawan tidak bisa
diperiksa KPK karena sangkaan korupsinya saat BG masih eselon II?
Gratifikasinya tetap, tetap Gratifikasi kena, tapi siapa
yang menangani siapa, ya Kepolisian. Sebetulnya Kepolisian itu hebat lho,
daripada KPK itu. Karena Kepolisian bisa menangani semua kasus korupsi kok, KPK
hanya ini saja penyelenggara negara. Dia termasuk penyelenggara negara atau
bukan. Jadi kalau eselon II itu penyelenggara negara atau bukan. Jadi proses
penegakan hukumnya jelas. Baju polisi itu penegak hukum.
Sebetulnya kewenangan KPK itu berhak menyidik siapa saja
sih?
Penyelenggara negara. Penyelenggara negara itu terdiri dari
presiden sampai wali kota. Jabatan strategis tertentu, hakim dan penegak hukum
yang lain. Kalau kolonel bukan penegak hukum, eselon II, itu penegak hukum atau
bukan. Eselon itu hanya jabatan di sipil.
Kalau anda lihat keputusan hakim soal Budi Gunawan itu
terobosan atau kemunduran hukum?
Yang jelas hakim punya kebebasan. Itu kejelekan dari sistem
peradilan kita di sini. Hakim tidak bisa diganggu gugat keputusannya. Tapi
kalau tidak terima dengan keputusan hakim itu, dia punya kewenangan penuh
karena dia bertanggung jawab kepada Tuhan. Dia termasuk setengah malaikat kan.
Tapi perilaku hakim kan bukan malaikat semua, ada juga yang berperilaku iblis
kan. Sebetulnya kejadian ini bukan pertama kali, tapi pernah kejadian juga,
bahkan belum lama ini. Tapi sekarangkan diulang lagi, apakah ada tekanan massa
yang ramai atau tekanan dari politik saya juga tidak tahu.
Kalau melihat putusan praperadilan kemarin, apakah perlu KPK
banding, kasasi sampai PK?
Jelas KPK harus ajukan PK. Pasti ajukan PK. Kalau enggak,
ingatkan putusan pengadilan Tipikor terhadap Mukhtar Muhammad, yang lain
dihukum dia bebas. Yang menerima duit dihukum, semua dihukum masa wali kotanya
bebas. Akhirnya PK, ada kekhilafan dari hakim memutus perkara itu.
Kalau melihat ini apakah perlu Hakim Sarpin di non-palukan?
Ya itu mestinya tidak usah disuruh, KY (Komisi Yudisial)
harusnya sudah melihat. Saya khawatir juga KPK sudah memonitor juga. Saya kira
KY harus mengambil langkah, meneliti apa yang melatarbelakangi hakim mengambil
keputusan yang kontroversial itu. Saya rasa KY otomatis ke situ tanpa harus
menunggu laporan. Dia kan punya pengawasan, bisa mengawasi jalanannya proses
peradilan itu.
Apa anda melihat ini ada kemunduran hukum?
0 comments:
Post a Comment