Paris - Seorang bocah berusia 8 tahun di Prancis memicu
kekhawatiran sekolahnya karena bersimpati pada pelaku serangan teror Paris.
Pihak sekolah lantas memanggil polisi untuk menginterogasi anak laki-laki
tersebut.
Tindakan pihak sekolah dengan melibatkan polisi tersebut
mendapat protes dari publik, terutama asosiasi anti-Islamophobia di Prancis.
Namun rupanya pihak sekolah dibela oleh Menteri Pendidikan Najat
Vallaud-Belkacem.
"Dengan tegas, saya katakan: tidak hanya mereka (pihak
sekolah) melakukan tindakan yang tepat, tapi juga pengawasan, pengajaran dan
kinerja sosial mereka sangat bermanfaat dan saya berterima kasih kepada
mereka," tegas Vallaud-Belkacem seperti dilansir AFP, Jumat (30/1/2015).
Menteri Vallaud-Belkacem menanggapi kemarahan publik atas
pemberitaan, bahwa polisi menginterogasi bocah tersebut bersama ayahnya di
kantor polisi.
Bocah yang tidak disebut namanya ini, menolak ikut dalam
aksi hening sejenak pascaserangan teror di Paris yang menewaskan 17 orang, awal
bulan ini. Bahkan bocah ini dilaporkan berkata: "Saya bersama
teroris-teroris itu."
Pihak sekolah mengarahkan bocah ini ke dinas sosial setempat
setelah melontarkan celetukan soal serangan teror Paris. Namun kemudian
melibatkan polisi setelah ayah bocah ini datang ke sekolah dan mengancam staf
sekolah.
Sang ayah yang diidentifikasi bernama Mohammed K, tampil
membela putranya saat mendampinginya di kantor polisi setempat pada Kamis
(29/1) waktu setempat. Sang ayah juga menyampaikan permohonan maaf atas
celetukan putranya.
Saya berkata kepadanya, 'Anakku, apakah kamu tahu apa itu
terorisme?' Dan dia menjawab 'Tidak'," ucapnya.
Polisi mengklaim bahwa bocah tersebut pernah melontarkan
celetukan lain yang menggemparkan pihak sekolah, seperti 'warga Prancis harus
dibunuh' dan 'wartawan memang pantas mendapatkannya' yang sepertinya merujuk
pada penembakan di kantor majalah satir Charlie Hebdo.
Pejabat keamanan setempat, Marcel Authier menuturkan kepada
AFP, bocah dan ayahnya itu dipanggil ke kantor polisi untuk memahami bagaimana
anak 8 tahun bisa mengatakan hal-hal radikal semacam itu. Polisi menduga ada
pengaruh dari orang yang lebih dewasa atas perkataan yang tidak lazim dari
bocah tersebut.
Banyak pihak mengkritisi tindakan pihak sekolah dengan
melibatkan polisi. Kritikan yang marak di media sosial menyebut kasus ini
sebagai bukti histeria publik pascaserangan teror Paris.
"Ayah dan anak sangat terkejut atas perlakuan yang
mereka terima, yang juga menjadi ilustrasi adanya histeria kolektif yang
menyelimuti Prancis sejak awal Januari," demikian pernyataan Collective
Against Islamophobia in France (CCIF).
0 comments:
Post a Comment