728x90 AdSpace

Latest News
UpdateYuk.com. Powered by Blogger.

Oase Arabia di Jakarta

VIVAlife - Berpagar hijau tipis, bangunan itu, yang terletak di Jalan Pekojan Raya, Jakarta Barat terlihat sederhana. Halamannya dipenuhi rimbun tanaman. Ia tersembunyi di baliknya, sama sekali tak mencolok pongah.

Bangunan itu dicat putih bersih. Ada sapuan warna hijau muda di beberapa bagian. Ia seakan memancarkan suasana tenteram. Tak jarang orang terlena. Apalagi di siang bolong saat bulan Ramadan.

Di teras bangunan, ditemani semilir angin, mereka merebahkan diri dan memejamkan mata. Ada pula yang duduk-duduk sembari bercengkerama. Kebersahajaan bangunan itu memanjakan mereka.

Sejatinya, itu bukan bangunan biasa. Bukan rumah terbuka tempat siapa saja boleh menginjakkan kaki. Meski tak tampak ada kubah megah, konon bangunan itu merupakan masjid tertua di Batavia.

Sebagai bukti, di bagian atas pintu masuk, terdapat papan kayu berwarna biru. Ada tulisan “Masjid Jami’ Annawier” dalam tulisan latin dan Arab. Di bawahnya tertulis: didirikan pada tahun 1180 H/1760 M.

Melihat arsitekturnya, Masjid Annawier layak dibilang peninggalan Arab asli. Ia kental akan nuansa Timur Tengah. Bagian dalamnya luas, ditopang banyak pilar kokoh. Namun, atap kayunya cukup pendek.

Eksterior masjid juga dihiasi ukiran-ukiran khas Arab.

Ditemui VIVAlife, Diki, pengurus majis menuturkan, awal dibangun Masjid Annawier tidak seluas itu. Bangunan itu pernah dua kali diperluas pemerintah Indonesia, tepatnya tahun 1970-1971 an 1991-1992.

“Menurut cerita pendahulu saya, masjid ini induk dari masjid-masjid di Batavia dulu,” ungkap sosok yang berwajah Arab namun fasih berbahasa Indonesia itu. Hingga kini, Masjid Annawier dihormati di Pekojan.

Jantung kehidupan
Kampung itu jantung kehidupan etnis Arab di Indonesia, pada masa lampau. Sejarawan Betawi, Alwi Shahab menjelaskan, etnis Arab yang bermukim di sana umumnya berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Itu mendukung hasil penelitian pakar orientalis asal Belanda, Van den Berg.

Perkara awal etnis Arab masuk ke Jakarta, tak dpaat diketahui pasti. Alwi menerangkan, mereka sudah ada di Batavia sejak tahun 1700-an. Posisi bermukimnya, tak lain adalah di Pekojan.

Sekitar abad ke-18, pemerintah kolonial membuat aturan khusus. Etnis Arab harus tinggal di Pekojan. Jika ingin bepergian ke luar daerah, mereka harus memiliki surat jalan dari pemerintah kolonial.

Namun belakangan, dilanjutkan Alwi, etnis Arab di sana tersebar ke berbagai daerah di Jakarta. “Seperti di Tanah Abang, Condet, Sawah Besar, dan Kwitang,” Alwi menyebutkan, saat dihubungi VIVAlife.

Banyak pertimbangan untuk pindah. Selain urusan dagang, lanjut Alwi, juga ada upaya penyebaran agama. “Kita sering dengar kan, Habib Kuncung, Habib Kwitang. Mereka itu orang Arab,” tuturnya.

Saking tersebar luasnya, sekarang susah menemukan lagi suasana kampung Arab di Pekojan. Menurut penelusuran VIVAlife, daerah itu justru dominan didiami etnis lain, seperti Tionghoa.

Menurut Alwi, itu wajar. Alasan logisnya adalah perkembangan zaman. Apalagi, daerah itu sudah banyak ditinggalkan etnis Arab asli karena mereka tersebar-sebar.

Meski begitu, peninggalan Arab masih bisa banyak ditemukan. Selain Masjid Annawier, masih ada warisan legendaris seperti Masjid Langgar Tinggi, Masjid Al-Anshor, dan Amasjid Ar-Raudhah.

Hidup harmonis
Saat mengunjungi kawasan Condet, Jakarta Timur, perbedaan kontras langsung terasa. Etnis Arab yang tinggal di sana jauh lebih melimpah. Di sepanjang jalan, beberapa kali ditemui orang berwajah Arab.

Pertama memasuki Condet, kios-kios parfum berjajar. Jualan utamanya tentu parfum khas Arab. Tak hanya itu, kuliner khas Timur Tengah pun lebih mudah ditemukan. Rata-rata penjualnya keturunan Arab.

Mereka itu, leluhurnya juga pernah tinggal di Pekojan.

Meski “bertebaran”, Condet tak langsung bisa disebut Kampung Arab. Sebab, etnis Arab di sana sudah berbaur dengan masyarakat lokal. Tempat tinggal mereka berdampingan, bahkan berbagi dinding saking padatnya permukiman.

Kehidupan mereka bisa dibilang amat harmonis. Tak heran jika beberapa adat Betawi ada yang tercampur dengan budaya Arab. Tradisi asli Timur Tengah sendiri sudah benar-benar pudar.

“Tradisi asli sudah tidak ada. Kita sudah terlanjur ikut senang melihat ondel-ondel di sini,” kata Alwi, seorang keturunan arab yang kini mengurus salah satu masjid di Condet.

Kuliner menggiurkan
Condet juga surganya penggemar kuliner Arab. Restoran-restoran yang menyajikan menu dengan cita rasa tajam dan kaya rempah khas Arab, tersebar di mana-mana. Salah satunya, Restoran Al-Mukalla.

Terletak di Raya Condet Nomor 8, restoran itu menawarkan berbagai makanan beraroma Timur Tengah. Sebutlah nasi kapsah, nasi bazalia, nasi briyani, sambosa, roti maryam, roti hummus, dan lainnya.

Itu belum termasuk menu andalan Al-Mukalla. Restoran itu juga punya nasi kambing mandi dan nasi ayam mandi. Yang istimewa, untuk menu nasi Al-Mukalla menggunakan beras asli dari India.

Tak hanya itu, semua menu di restoran itu tak dimasak dengan kompor, melainkan arang. Kata Saleh, anak pemilik Restoran Al-Mukalla, itu dilakukan agar cita rasa orisinal menu tetap terjaga.

Andalan lain Al-Mukalla, adalah mughal gal. Itu merupakan tumisan daging kambing yang diiris kecil, dibalut aroma rempah yang kuat. Ia biasa disajikan bukan dengan nasi, melainkan roti ala Timur Tengah.

Tak ayal, berbagai macam kuliner khas itu menggiurkan bagi etnis Arab di kawasan Condet khususnya, dan Jakarta umumnya. Setiap mengidamkan kuliner itu, mereka berbondong-bondong ke Al-Mukalla.

 “Di sini kan masih banyak keturunan Arab. Jadi, kami semacam obat rindu mereka. Kelamaan, banyak juga sudah pelanggan setia yang bukan keturunan Arab,” kata Saleh. Padahal Al-Mukalla tergolong baru.

Ia sendiri generasi kedua pengelola restoran. Sang ayah, Ahmad Salmin mendirikannya tahun 2009. Saleh, yang juga keturunan Arab tapi lahir di Tegal menuturkan, ada sejarah di balik nama Al-Mukalla.

 “Al-Mukalla itu nama kota di Hadramaut, Yaman. Itu kota pelabuhan. Jadi, dulu sebelum orang-orang kita ke Indonesia, kita harus melewati Al-Mukalla untuk naik kapal,” katanya dengan logat Betawi.

Nama itu, menyiratkan kota muasal etnis Arab di Indonesia.

Al-Mukalla bukan satu-satunya restoran khas Arab di Condet. Masih di Jalan Raya Condet, terdapat restoran Sate Abu Salim. Ia didirikan 10 tahun lebih awal daripada Al- Mukalla.

Menu andalannya: sate kambing dan nasi kebuli. Ada pula restoran Raya Food. Yang satu itu, dari luar tampak modern.  Selain itu, menu ala Timur Tengah di Rumah Makan Tania juga patut dicicipi.

Berbuka puasa dengan menu-menu itu, terasa seperti tengah berada di tanah Arab asli. (ren)
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Post a Comment

Item Reviewed: Oase Arabia di Jakarta Rating: 5 Reviewed By: Unknown