Internasional Saint Monica |
Tahun ini banyak sekali kebijakan yang diambil Presiden Jokowi baik yang penuh pro maupun kontra. Untuk dunia pendidikan, dalam hitungan beberapa bulan lagi, semua sekolah International ataupun sekolah berlabel national plus akan berubah menjadi sekolah SPK (Sekolah Pendidikan Kerjasama). Dari bunyinya seperti mirip KPK ya yang sekarang-sekarang ini santer beritanya, mungkin menterinya Jokowi mau buat bunyi yg mirip2. Bagaimanapun juga dari namanya pun sangat aneh didengar. Masa ada sekolah pendidikan yang pake acara kerjasama segala. Dari bulan ini pun sudah beberapa sekolah mengganti namanya, semisal Tunas Muda International School menjadi Tunas Muda School. Dan banyak juga sekolah yang mengakalinya semisal mereka dilarang pakai nama international school, mereka pakai intercultural school, :) sangat kreatif sekali.
Banyak orangtua murid yang
mencemaskan perihal status sekolah international yang sekarang anak2 mereka
naungin, berubah statusnya menjadi sekolah SPK, atau bukan lagi sekolah
International. Apa sih yang perlu diketahui para orangtua?
Sekolah International yang kini
memiliki murid mayoritas lokal, harus berubah menjadi SPK menurut aturan
menteri yang baru tersebut. Selain boleh mengikuti ujian Interntional yang
sudah berlangsung selayaknya international school seperti ujian cambridge, IB,
dll, sekolah SPK juga diwajibkan mengikuti Ujian Nasional untuk level SD, SMP
dan SMA. Sekolah tersebut diijinkan untuk tetap memiliki kurikulum luar negeri
seperti Cambridge, IB, HSC, namun wajib ikut Ujian Nasional untuk semua WNI.
Serta adanya pelajaran tambahan materi sekolah nasional seperti PPKN, Agama,
dan Bahasa Indonesia. Sebelumnya beberapa sekolah international ada yang sudah
memiliki materi agama dan bahasa indonesia, dan adapula sekolah international
yang tidak memiliki pelajaran tersebut.
Untuk siswa international school
yang juni ini lulus SMA, wajib bersyukur, karena tidak perlu ikut UN. Namun
siswa SMA tahun ajaran berikutnya harus UN. Tentunya Ujian Nasional ini menjadi
beban yang sangat dalam untuk siswa International School.
Nantinya, sekolah international yang
mayoritas orang asing seperti bule, korea, jepang, tidak lagi diperkenankan
untuk menerima siswa lokal. Dan guru-gurunya pun tidak boleh ada yang lokal,
alias semuanya orang asing. Dan sekolah international tersebut, diperbolehkan
untuk mempertahankan namanya sebagai international school. Pemerintah berpikir
bahwa sekolah tersebut memang diperuntukkan untuk anak-anak diplomat seperti kedutaan
asing, atau pekerja asing yang ada di Indonesia.
SPK dimaksudkan untuk pemerataan
pendidikan nasional, sehingga tidak ada pengkotak-kotakan, dimana harga
pendidikan international school yang tinggi, sehingga pemerintah ingin
melakukan kontrol. Mungkin juga berkaitan dengan MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean), Free trade antara sesama anggota Asean yang akan berlaku desember 2015
ini, sehingga Pemerintah ingin membuat standarisasi pendidikan nasional sebagai
tameng untuk menghadapi jutaan tenaga kerja asing yang akan membanjiri
Indonesia.
Apakah sudah tepat kebijakan
pemerintahaan Jokowi tersebut? Banyak orangtua murid yang complain berkata
bahwa penambahan pelajaran PPKN dan bahasa indonesia merupakan beban saja,
karena bahasa indonesia merupakan percakapan sehari-hari. Dan tidak dapat kita
pungkiri dan menjadi rahasia umum, pelajaran bahasa Indonesia kalo jadi ulangan
tuh susahnya setengah mati, jawabannya pada mirip-mirip semua kelihatan benar.
Dan umumnya kalo di kelas ada ulangan, paling banter ulangan seluruh kelas
paling tinggi 70. Banyak yang berkata mungkin bahasanya sengaja
disusah-susahin. Malah bahasa inggris si anak nilainya lebih tinggi daripada
bahasa Indonesia. PPKN pun demikian pula samanya. Jawabannya pun mirip-mirip.
Tapi masih mendinganlah daripada bahasa Indonesia. Yang jadi pertanyaan, apakah
dengan penambahan beban pelajaran tersebut ada nilai tambahnya guna menghadapi
gempuran pekerja asing yang dalam 10 bulan nanti membanjiri Indonesia? Atau
malah menyusahkan siswa yang menambah jam sekolah sehingga siswa pulang menjadi
lebih sore? Mungkin saja sekolah SPK yang dahulunya ada pelajaran living values
diganti sekarang menjadi PPKN supaya tidak menambah jam belajar siswa.
Bagaimanapun juga orangtua wajib
untuk bersiap-siap dengan kebijakan pendidikan Jokowi yang baru tersebut dengan
mempersiapkan Ujian Nasional. Banyak sekolah International yang mempersiapkan
Ujian Nasional sangat minim sekali, semisal hanya 3-4 bulan sebelum UN baru
disiapkan. Sehingga ratusan siswa mendaftar Les Private. Apakah siswa mampu
untuk menghafal sedemikian ribuan rumus dan juga ribuan hafalan pelajaran
hafalan? So better jauh-jauh hari deh lesnya, kalautidak cukup berat.
Kalau menurut hemat saya, yang
terpenting bagi pemerintahan Jokowi dengan menteri pendidikan di bawahnya
sebenarnya bukanlah hal yang urgent mengurusi pergantian label sekolah. Namun
yang terpenting bagaimana menciptakan sekolah yang bisa menciptakan siswa yang
siap kerja ataupun menjadi enterpreneur. Sistem pendidikan nasional kita masih
jauh dari baik. Karena lihat saja gak usah jauh-jauh, mahasiswa lulusan UI,
ITB, masih banyak yang sulit mencari pekerjaan. Dikarenakan sistem pendidikan
belum mempersiapkan mereka untuk siap kerja. Kebanyakan teori yang diketahui,
namun prakteknya sedikit. Terkadang kalau kita pikir sistem SMK jauh lebih baik
karena siswa siap untuk bisa kerja di kantoran (SMEA) dan di pabrik (STM).
Sehingga tidaklah heran banyak BLK yang dipersiapkan pemerintah untuk mengebut
masyarakat untuk ditingkatkan skill nya guna menghadapi Free Trade Asean
mendatang. Kalo perlu blusukan ke sekolah-sekolah untuk mengetahui
permasalahannya.
Budi,S
0 comments:
Post a Comment